This post is also available in: English

Hidayah Datang Kapanpun Dimanapun, Di Waktu yang Tepat yang Mungkin Tidak Terduga

Siapa yang bisa menduga dalam perjalanannya menuju Maroko, menaiki taksi dengan santailalu mendapatkan hidayah?

Kata hidayah berasal dari bahasa Arab yang berarti “petunjuk”, yang menerangkan hati dengan berkat dari Allah. Hidayah datang di waktu yang tepat, kapanpun, dimanapun untuk orang-orang yang Allah pilih.

Hari ini kami berbicara dengan Yuta Koinuma yang senang hati membagi kisahnya dalam menjadi mualaf.

Dimulai dari Pembacaan Al-Qur’an di dalam Taksi

Yuta adalah seorang musisi yang menjelajahi 20 negara dengan gitarnya dan sedang mengunjungi Maroko pada tahun 2018. Dia tertarik dengan ritme indah yang didengarnya dari radio di dalam taksi yang ia tumpangi. Dia bertanya kepada supir taksi, “lagu apa ini?” dan supir taksi tersebut menjawab, “Ini adalah murottal Al-Qur’an”. Yuta kagum dengan murottal Al-Qur’an tersebut, dan secara tidak diduga, langsung menyentuh hatinya dan menuntunnya menuju mualaf di Maroko.

Yuta di Maroko

Setelah tinggal di Maroko untuk beberapa waktu, dia memutuskan untuk pindah ke Afrika Selatan pada tahun 2020 dan mempelajari Islam sekitar 3 bulan. Pandemi yang melanda seluruh dunia juga ikut berdampak pada Yuta. Dia lalu kembali ke Jepang di tahun 2021 dan memulai pekerjaan baru di perusahaan ekspor dan impor untuk makanan halal.

Lihat Juga

Seorang Muslim Jepang yang Menjadi Mualaf Karena Melihat Ketulusan Umat Muslim

Mempraktekkan Islam di Jepang

Dengan pengalaman-pengalaman dan terbiasa untuk mempraktekkan Islam di negara-negara dengan masyarakat yang beragam dan dekat dengan agama pada kehidupan sehari-hari, terkadang dia merasakan kesulitan untuk mempraktekkan Islam di Jepang.

“Mungkin akan sedikit sulit untuk mempraktikkan Islam jika kalian berada di sekolah Jepang atau perusahaan Jepang karena masyarakat Jepang tidak terbiasa pada hal-hal yang berkaitan dengan agama atau religi, terkecuali dengan hal-hal yang dianggap sebagai budaya. Meskipun begitu, alhamdulillah, saya menemukan sebuah tempat yang cocok dengan gaya hidup Islam saya, dikelilingi oleh teman-teman Muslim, dan bekerja di perusahaan yang Muslim-friendly sehingga saya bisa membuat waktu untuk berlatih”, katanya.

Dia menambahkan, “Di Jepang, saya harus peduli dengan apa yang saya makan dengan hati-hati, harus bekerja keras selama bulan puasa, menghindari godaan dan informasi berlebihan yang memakan sebagian besar waktu sehari-hari. Sejujurnya, dalam melakukan hal-hal tersebut dibutuhkan keimanan yang kuat, khususnya dibandingkan dengan gaya hidup yang telah saya alami di Maroko atau Afrika Selatan, tapi saya pikir itu adalah kesempatan bagus untuk berpikir lebih dalam tentang keseimbangan dalam hidup”.

Lihat Juga

How New Japanese Muslim Deals with Halal
Dapatkah Seorang Muslim Shalat Di Tempat Bekerja di Jepang? Hal yang Harus Kalian Ketahui Sebelum Bergabung dengan Perusahaan Jepang

Orang-orang Jepang cenderung tidak memiliki ketertarikan terhadap urusan orang lain, jadi kemungkinan kita tidak akan menemukan orang-orang yang peduli dengan apa yang kita pakai atau apa yang kita lakukan (selama itu tidak mengganggu orang lain). Sebagai tambahan, agama adalah privasi seseorang dan orang Jepang sangat menghormati privasi orang lain.

“Saat pertama kembali ke Jepang, saya tidak memiliki teman Muslim dan saya sedikit khawatir akan bagaimana hidup saya di Jepang. Alhamdulillah, saya dapat mengenal orang-orang dari latar belakang berbeda dan saya bisa berinteraksi dengan mereka seperti bertukar informasi, saling menolong, menghadiri sesi belajar, dan makan-makan bersama,” ujarnya.

Yuta berbuka puasa bersama dengan teman-teman Muslim

Dengan teman-teman Muslim Jepang di Tokyo Camii

Lihat Juga

Sebuah Kisah Menjadi Mualaf dari Seorang Muslim Baru Jepang
Hidup di Jepang Sebagai Anak Muda Muslim Keturunan Jepang

Yuta membagikan kisahnya menjadi Mualaf dengan keluarga dan temannya. Alhamdulillah, dia disambut dengan hangat, bahkan salah satu anggota keluarganya menjadi mualaf juga! Bekerja pada bisnis ekspor dan impor makanan halal dengan rekan sesama Muslim dan mempraktekkan Islam bersama-sama, meningkatkan rasa syukur di dalam hatinya.

Terlebih lagi, Yuta sekarang secara aktif berpartisipasi dalam acara-acara Islam dan mengenalkan Islam kepada generasi muda serta yang tertarik dengan Islam melalui lagu-lagu nashid songs (musik vokal Islami).

Menghadiri acara di Masjid Shizuoka

Mualaf ; Sebelum dan Sesudah

“Semua berubah. Saya seperti terbangun dari tidur”, kata Yuta menjelaskan momen saat dia merasakan hidayah dan memutuskan untuk menjadi mualaf.

Yuta merayakan Idul Fitri 2021 dengan teman-teman Muslim di Masjid Misato (Saitama)

Menurut Yuta, sudut pandang hidup yang ia miliki, yang mana sangat berakar kuat di Jepang, adalah kehidupan satu kali yang akan berakhir saat seseorang meninggal dan berpikiran duniawi. Sudut pandang ini menuntunnya untuk secara kuat berfokus pada kehidupan sekarang seperti kesuksesan, kesejahteraan, dan status dalam masyarakat yang mereka miliki sekarang. Sebaliknya, dia merasa hatinya menjadi lebih ringan setelah menjadi mualaf karena kesadaran akan kehidupan setelah mati dan lebih fokus kepada arti hidup itu sendiri.

“Saya hidup untuk Allah, untuk keluarga dan teman tercinta, dan untuk memberitahukan kepada teman-teman saya lebih banyak tentang Islam. Saya berkeyakinan kuat jika ada hidup setelah mati”, jelasnya.

Bersama Haji Sugimoto

Target untuk Dicapai di Ramadan 2022

Mengetahui dirimu sendiri dan menjadi seimbang adalah yang Yuta ingin capai di Ramadan 2022.

Tidak mudah untuknya menjalani puasa tahun ini karena dia harus menjalankannya dibawah berbagai macam kondisi. “Saya menginspirasi diri sendiri untuk membuat kondisi yang sulit sebagai sebuah langkah untuk melompat lebih tinggi dan sebagai sebuah tantangan. Tapi, saya tubuh saya tidak bisa bertahan dan saya jatuh sakit”, katanya.

Kondisi tersebut menyadarkannya dalam mengenali dan memahami dirinya sendiri, serta menyeimbangkan hidup serta praktik religinya. Dia menemukan kedamaian dalam perjalanannya menjadi mualaf, tentu saja, tapi dia menderita karena memaksakan diri.

“Ada orang-orang yang memiliki tubuh kuat, orang-orang yang tidak terbiasa puasa, orang-orang dengan kondisi tubuh lemah, dan masih banyak lagi. Selain itu, ada berbagai macam opini, seperti ada yang bilang bahwa puasa harus dilakukan dengan sempurna, dan ada yang bilang tidak usah terlalu berlebihan dalam menjalankannya. Jadi pada akhirnya, saya menyadari bahwa penting untuk menyeimbangkan dengan laju yang sesuai dengan diri saya”.

Agama adalah sesuatu yang terjadi antara seseorang dan Allah, sebagai tambahan bahwa setiap orang memiliki keadaan berbeda-beda yang pada banyak kasus, tidak diketahui oleh orang lain. Agama hadir untuk menyeimbangkan tubuh dan pikiran tanpa ada maksud untuk membuatnya lebih rumit.

“Saya akan mempertimbangkan pendapat orang lain, berkonsultasi dengan pikiran dan tubuh saya, dan mengirimkannya kepada Allah dengan laju saya”, ujarnya.

Lihat Juga

Harus Lihat! Inilah Proses Bagaimana Menjadi Islam/Mualaf di Jepang
Satu Hari Puasa yang Dijalankan oleh Muslim Jepang Pada Ramadhan 2021